Asal muasal Desa Sribatara
Kata Sribatara diambil dari suka kata Sii Sabantara (Dalam Bahasa Buton) yang berarti singgah/istirahat sejenak, menurut cerita dahulu kala itu, Ketika para Kapita Lau (kapten laut) kerajaan Buton berkunjung di Kerajaan Kamaru yang Bernama Baana Meja, sebelum melanjutkan perjalanan, selalunya singgah/istirahat di Sribatara misalnya saja sala satu petinggi kerajaan yang Bernama Si Batara, sehingga kemudian para pelopor dan tokoh masyarakat Sribatara saat itu berpandangan untuk memadukan antara nama salah satu petinggi Kerajaan Buton yang bernama Si Batara dan sebagai tempat persinggahan beliau maka kemudian lahirlah Nama Sribatara.
Namun jika kita berfikir secara logika, yang menjadi pertaannya kenapa harus di Desa Sribatara yang menjadi tambatan peristrahatan padahal masih banyak daerah yang lebih luas selain Sribatara, salah satunya ternyata sribatara memiliki potensi sumber daya alam yang strategis, mulai dari konstur tanah yang subur, dan Mangrove, yang menarik dari hutan mangrovenya disamping ketebalan sekitar 2 Km, juga didalam kawasan mangrove terdapat daratan kecil menyerupai pulau kecil atau bahasa Sribatara disebut liwuto, dengan luasan sekitar 7.000 Meter persegi, jika air laut pasang maka akan terbentuk seperti pulau terapung. kemudian sekitar liwuto tersebut terdapat 3 buah bongkahan batu besar yang terbentuk secara alami dan unik serta saling berhadapan, yang kadangkala pengunjung dapat memanfaatkan untuk spot selfi - selfi
Desa Sribatara dibawah tahun 2005 merupakan wilayah administrasi kelurahan kamaru, lalu kemudian ada tiga tokoh yang memiliki gagasan dan ide ingin membuat desa, yang dilatarbelakangi kegiatan bakti atau kerja gotong royong yang selalu diadakan pada wilayah kelurahan kamaru sementara jarak kamaru dan sribatara 7 Km, masyarakat sribatara kala itu belum ada kendaran sehingga merekapun berjalan kaki
Secara geografis Desa Sribatara terletak di wilyah Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton sejak tahun 2019 beruba nama dari dusun menjadi Rw dan memiliki 9 Rt, yaitu RW 1 terdapat 3 Rt dan Rw 2 terdapat 3 Rt demikian dengan Rw 3 ada 3 Rt dan Jumlah penduduk Desa Sribatara sebanyak 824 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 216 Kepala Keluarga
Berdasarkan data monografi, jarak desa Sribatara dengan Ibu Kota Kecamatan ± 5 KM dan jarak dari Ibu Kota Kabupaten ± 90 KM yang dapat dilalui baik darat maupun laut. Luas wilayah Desa Sribatara ± 15,60 Km2. Secara administratif, Desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sribatara sebagai salah satu Desa dengan wilayah Kecamaan Lasalimu Kabupaten Buton Sulawesi Tenggagara yang banyak terdapat hutan mangrove menjadikan potensi alam yang berfungsi sebagai habitat dan penyangga kehidupan berbagai jenis spesies serta pelestarian alam dari abrasi pantai telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai daya tarik wisata. sehingga perlu dilakukan langkah strategis agar optimalisasi pemanfaatan potensi hutan mangrove tidak terancam rusak, tetapi menjadi lestari dan menjadi penyanggah perekonomian masyarakat sekitar.
Mayoritas Penduduknya adalah petani, sehingga ada akar peradaban Petani Sribatara punya konten petutur untuk generasi dimasa mendatang, kala itu sebelum mengolah lahan Padi oleh masyarakat tani menunggu gambaran spiritual oleh Tokoh Adat yang disebut biisa, Tugas biisa adalah memohon Doa kepada Tuhan yang maha esa agar diberikan kemudahan dan keberkahan rezeki melaui Kole – Kole, lalu kemudian dilanjutkan dengan Petingkaha. Petingkaha artinya memohon kepada Allah SWT, agar tidak gagal panen yang diakibatkan hama dan penyakit.
Kemudian Panen atau Pongkotu, petani panen padinya saat itu dengan cara dipotong tangkai buahnya dengan pisau kecil Bernama pota, dengan tekun mereka memanen sepanjang hari hingga sore, kemudian tangkai padi itu diikat dengan tali yang Bernama nene untuk mempererat sehingga tidak mudah cerai berai, sedangkan nene itu adalah jenis tumbuhan liar yang banyak dijumpai dihutan belantara.
Sebelum mengenal ukuran satuan seperti saat ini, petani Sribatara menakar timbang dengan istilah sapusua artinya padanan satu lingkaran ibu jari dan jari telunjuk, tiga pusua dinamakan sakakabe (satu ikat) jika dua kakabe digabungkan jadi satu tanpa melepaskan ikatan awalnya dinamakan salima (satu ikat besar) jika tiga salima disebut saboke sementara lima salima dinamakan lima kaga’aa.
Sebelum diangkut padi tersebut ditumpakan dalam bentuk limas dengan istilah base, kala itu belum ada transportasi mesin untuk mengangkut hasil panen, orang dulu menggunakan kansoda’aa, artinya dipikul dengan menggunakan kayu sebesar lengan dan Panjang sekitar kurang lebih satu hasta, lalu kayu tersebut dimasukan disela – sela ikatan padi kedua belah ujungnya agar imbang Ketika dipikul lalu kemudian disimpan digudang atau yang disebut dengan Kampiri.
Usai panen masyakarat tani Bersama Tokoh – Tokoh yang ada di Desa Sribatara, mengadakan Musyarawah “Bawona Tao” atau Pesta Panen yang mengandung filsofi bahwa mesunyukuri nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT selama satu tahun. Dalam kegiatan “Bawona Tao” ini bertujuan untuk mempererat tali silahturahim antar semasa, mempererat rasa Persatuan dan Kesatuan berbagai lini, dan juga sebagai ajang cari jodoh.
Oleh karenanya jika berwisata di Desa Sribatara, kami merekomendasikan agar pas lagi Pesta Panen, sebab pengujung pesta panen bawona tao tersebut baik masyarakat lokal maupun diluar daerah selalunya tidak akan kehilangan momen apalagi yang masih jombloh, atau keluarga yang diperantuaun mereka sangat menantikan momentum pesta “Bawona Tao”.
Paket wisata ini dirancang untuk memberikan pengalaman wisata yang lengkap dan menyenangkan bagi para pengunjung. Anda dapat menikmati keindahan alam hutan bakau, mencicipi kelezatan jeruk manis khas Timara, kelapa muda dan merasakan keramahan masyarakat lokal.
Waktu Terbaik untuk Berkunjung, Pagi hari: Udara masih segar dan belum terlalu panas. Cocok untuk kegiatan menjelajahi hutan bakau dan memetik jeruk manis. Sore hari: Suasana lebih tenang dan romantis. Cocok untuk menikmati pemandangan matahari terbenam.