Masjid Agung Keraton Buton memiliki nilai sejarah yang begitu hebat. Tempat ibadah yang berusia lebih dari 300 tahun ini menjadi jejak peninggalan sejarah kesultanan Buton. Terletak di dalam bekas kompleks keraton Kesultanan Buton, hingga kini masjid masih digunakan masyarakat Kota Baubau dan Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Tradisi dan ritual keagamaan Islam pun mengakar kuat di sini.
Ada tradisi unik di masjid ini, yaitu ritual pelaksanaan Salat Jumat. Berbeda dengan salat jumat pada umumnya, masyarakat Buton memiliki tata cara yang cukup rumit dan unik sebelum melakukan salat jumat. Dari pemukulan bedug, azan yang berkumandang, imam khutbah bahkan busana pun memiliki peraturan dan tata cara sendiri.
Sebelum menjalankan tugas para pengurus masjid terlebih dahulu dilantik dengan penyerahan tongkat. Bahkan, seorang imam bisa dipecat sebagi imam jika salah dalam memegang tongkat.
Menjelang shalat, para pengurus masjid datang dan menyandarkan tongkat di tempat khusus. Tongkat pengkhotbah nanti diikat sejajar tiang mimbar. Sedangkan tongkat Moji seorang muazin akan selalu mereka bawa selama berkaitan dengan tugas-tugasnya.
"Dug..dug..dug" suara bedug menggema dari dalam masjid. Meski belum memasuki waktu ibadah salat jumat, namun sejak pukul enam pagi suara bedug sudah terdengar. Khusus hari Jumat, bedug akan dipukul sebanyak lima kali. Sejak pukul 6 pagi hingga 11 menjelang shalat Jumat.
Pemukul bedug juga bukanlah orang sembarangan, ada petugas khusus tersendiri yang boleh memukul bedug yang disebut Tungguna Ganda. Jumlah pukulan tidak boleh lebih atau kurang. Irama pukulan bedug pun juga harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Bahkan ada busana khusus yang digunakan saat memukul bedug, petugas harus menggunakan kain tenun khas Buton.
Menjelang salat Jumat, Imam dengan busana putih menginjakkan kaki ke masjid. Ia salat sunat dua rakaat terlebih dahulu. Diantar salah seorang dari tungguna ganda, sang imam lalu melangkah di atas bentangan kain putih yang menuju ke mihrabnya.
Azan akan segera berkumandang, pemimpin muazin melapor pada imam untuk mengumandangkan azan. Sang imam pun mengangguk menyetujui. Empat orang muazin langsung berdiri sekaligus mengumandangkan panggilan salat dengan irama yang beda satu sama lain.
Muazin di MAsjid Agung Keraton Buton memang berbeda dengan masjid pada umumnya yang hanya dikumandangkan olehh 1 orang saja. Para muadzin ini merupakan pejabat-pejabat Moji yang secara bergantian bertugas disetiap minggunya.Setelah azan, khatib mulai berkhutbah dan dilanjutkan ibadah Salat Jumat seperti biasa.