La Ode Boha merupakan rakyat Kesultanan Buton yang mempertaruhkan nyawanya untuk mengusir penjajah Belanda. Gerakan perlawanan ini merupakan wujud jiwa patriotis mayarakat Buton yang merasa kehilangan harga diri atas tanah airnya. Belanda yang telah menegakkan pemerintahan kolonial sejak awal abad ke-19, dalam perkembangannya, semakin berhasrat untuk menguasai wilayah Indonesia. Sang sultan dapat saja menolak perjanjian ini, tetapi konsekuensinya adalah harus siap diserang oleh Belanda. Oleh karena itu, dengan rasa terpaksa, perjanjian itu disepakati oleh Sultan Buton Muh. Asikin pada 1906. Untuk mempermudah organisasi perlawanan, diangkatlah seseorang bernama La Ode Boha sebagai pemimpin perlawanan, sehingga peristiwa ini disebut Perlawanan La Ode Boha.