ATRAKSI HONARI MOSEGA
Honari Mosega merupakan Tari Tradisonal kebanggaan masyarakat Liya yang mengkisahkan tarian berani. Dahulu kala awal mula tarian ini di atraksikan sebelum dan sesudah perang, merupakan pengungkapan dan motivasi dari semangat prajurit Liya ketika akan berperang mengusir musuh dan kegembiraan mereka karena pulang dengan kemenangan keberhasilan menaklukan musuh.
Honari Mosega adalah tarian perang asli asal Liya yang dahulu kala dijadikan sebagai tarian pengintai musuh yang diperkirakan mulai terjadi sejak pertengahan abad XI di pulau Oroho. Tarian ini dahulu kala dikembangkan oleh para Hulubalang dan Bajak Laut yang bermukim di pulau tersebut dalam rangka mempertahankan wilayah kekuasaan mereka dari para musuh yang akan memasuki daratan. Dan pengintaian ini akan nampak pada pasukan pengawal sejumlah 40 orang yang seluruhnya membawa tombak dengan hulu tajam, yang mana dikomandoi oleh seorang pembawa bendera berwarna kuning dengan memakai topi yang berhiaskan cermin. Antara isyarat yang diberikan oleh gerakan HORANI MOSEGA dengan prajurit pengawal 40 orang ini merupakan suatu kesatuan komando yang dinampakkan pada saat penghormatan para panari tersebut.
Dalam lingkungan keraton Liya penari HONARI MOSEGA ini pertama-tama menghadap ke Mesjid Agung Keraton Liya dan memberi hormat, kemudian setelah itu mulai teriak dan menari sambil membuka penghormatan arah Makam Leluhur sebelah utara dan melanjutkan gerakan tarian arah selatan dan diujung memberi hormat para penduduk dan kemudian melanjutkan kerakan menuju makam leluhur kembali sambil memberi hormat terakhir dilanjutkan bergerak menuju arah Baruga (tempat pertemuan Raja) dan menyerahkan katompide ditamsilkan barat mayat seorang yang sudah ditombak.
Katompide ditaruh ditanah sambil di beri perhatian 3 kali apakah mayat ini masih bergoyang atau tidak dan terus diawasi dengan bergerak mundur memutar melingkar dan maju kembali untk menonbak sambil mengambil tangkisan tersebut dan meloncat teriak dan berpaling dan menuju ke arah mesjid menombak sambil memutar dan terakhir memberi hormat.
Pada masa lalu sering tarian HONARI MOSEGA ini diserta dengan Makandara, yakni setelah penari memberi penghormatan terakhir, lalu masuklah pasukan SARA sebanyak 40 orang yang mengawal HONARI MOSEGA ini lalu mereka Makandara melakukan gerakan-gerakan silat layaknya peperangan melawan musuh lalu dilakukannya penikaman antara sesama pasukan dengan senjata tombak dan keris namun kesemua perlakuan ini tak ada satupun yang cedera dimakan oleh senjata tombak atau keris. Pada kondisi demikian ini seluruh warga Liya yang sedang menonton semuanya lari kocar kacir menyembunyikan diri karena mereka merasa takut melihat ujung-ujung tombak yang dihantamkan pada dada atau perut seseorang dengan diserta bunyi namun orang yang ditombak tersebut tidak dimakan senjata tombak ibarat bunyi gemercingan besi diterima oleh tubuhnya. Namun perlakuan Makandara semacam ini masa kini sudah tidak lagi bisa dipakai mengingat ilmu-ilmu kebal sudah mulai agak funah di Liya dan Sara yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi mara bahaya dari kagiatan ini sudah pada meninggal dunia.
Dalam tarian aslinya simbol-simbol gerakan diciptakan dengan tujuan dan mksud-maksud tertentu dan ketika itu hanya para perajurit pengawal 40 orang dan para hulubalang dan bajak laut yang mengetahui isyarat-isyarat itu untuk pemberian sebuah komando apakah menyerang atau menyambut lawan dengan baik.
Inilah Tarian HORANI MOSEGA dalam pengertian dalam bahasa Indonesia sebagai TARIAN PERANG atau TARIAN ORANG BERANI yang menjadi kebanggaan leluhur Liya dan memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi saat ini perlu dilestarikan dan dikembangkan. Tari asli HONARI MOSEGA ini penari utamanya memakai topi TALO-TALO dalam pemesanan.
Tari ini dimainkan oleh beberapa laki-laki, terdiri dari 1 (satu) penari inti disebut tompidhe dengan memegang tombak atau parang, dan dilengkapi dengan 1 (satu) atau 4 (empat) orang sebagai hulubalang yang disebut manu-manu moane dengan memegang tombak dan janur kuning sebagai penghalau bisa atau sihir. Kadang terdapat pula hulubalang wanita yang disebut manu-manu wowine serta 1 (satu) orang pemukul gendang atau tamburu.
Penari Tompidhe dan Manu-manu Moane dilengkapi dengan untaian gemerincing dan dalam gerakannya akan selalu menimbulkan bunyi. Terdapat gerakan meloncat dan maju lalu mundur secara beraturan sebagai gerakan silat Liya yang disebut Makanjara, yang dilakukan karena kegembiraan atas kemenangan mereka dalam berperang.
Tari Honari Mosega secara lengkap disamping dimainkan oleh penari Tomphide dan Manu-Manu, juga dilengkapi dengan tari pembawa bendera kuning sebagai panji-panji asli kerajaan Liya pada zamannya dipasangkan dengan pembawa tombak sebagai pengawal bendera. Bendera panji-panji kerajaan Liya ini mirip dengan bendera manusia sakti Si Malui berasal dari daerah Bumbu negeri Melayu Pariaman yang bernama “Buncaha”. Si Malui dan rombongannya mendarat di Kamaru pulau Buton pada tahun 1236 Masehi. Tari pembawa bendera ini sebagai tarian pembuka penghormatan kepada Raja atas kemenangan mereka dalam berperang.
Tari Honari Mosega ini secara lengkap dikawal oleh sejumlah 12 (dua belas orang) prajurit perang yang berpakaian hitam bergaris-garis tipis putih selang seling dengan membawa tombak. Dahulu kala setelah Tari Honari Mosega selesai diperagakan, maka akan disusul oleh ke 12 (dua belas orang) prajurit perang Liya untuk saling menombak satu dengan lainnya mengikuti lantuman irama gendang atau tamburu sebagai penguji kemampuan mereka. Peragaan saling baku tombak satu dengan lainnya menyerang tiba-tiba secara bergantian dalam suasana Makanjara dan tak ada satupun yang terluka. Para prajurit perang Liya telah menunjukkan kesetiaannya dalam membela negerinya sehingga suasana saling baku tombak satu dengan lainnya itu dilakukan sebagai motivasi dalam menghadapi musuh dan karena rasa kegembiraan mereka setelah pulang memenangkan perang.
Tari Honari Mosega selama masa kesultanan buton sampai sekarang sering ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu agung, sultan maupun perangkatnya serta acara-acara adat yang berlaku hanya dalam lingkup keturunan para bangsawan Liya.